Ancaman Nabi Muhammad Bagi Pembunuh Non-Muslim dan Pengebom Gereja

Revisi : https://goo.gl/ 2024


Sebelumnya saya turut berbelasungkawa kepada korban insiden bom bunuh diri yang sedang terjadi akhir-akhir ini dan semoga keluarga yang ditinggalkan dapat tabah dan diberi kekuatan oleh Allah.

Nah, kali ini kita akan membahas mengenai aksi terorisme menurut ajaran keyakinan Islam. Banyak diluar sana yang mengidentikkan Islam dengan aksi teroris dan jihad. Padahalah antara Jihad, perang dan teroris itu sangat berbeda. Jika anda beranggapan kalau Jihad berarti perang, maka anggapan anda salah. Karena perang dalam bahasa arab disebut Qital. Dan teroris dalam bahasa Arab disebut dengan Irhabi. Sedangkan arti Jihad sendiri menurut bahasa adalah bersungguh-sungguh.

Oleh karenanya para Ulama dan Ustadz dengan gencarnya memberikan pemahaman bahwa Islam tidak memperbolehkan yang namanya tindakan teror, dan itu bukan bentuk Jihad yang sebenarnya. Mereka juga mengatakan bahwa membunuh non-muslim tanpa sebab dan merusak tempat ibadahnya merupakan hal yang dilarang dalam ajaran Islam. Dan itu bukan bentuk dari jihad yang sebenarnya.

Nah, benarkah Islam melarang tindak itu semua? benarkan Islam melarang membunuh non-muslim tanpa sebab dan merusak tampat ibadahnya?. Oke, kali ini saya mengajak anda baik muslim dan non-muslim untuk lebih dalam mengenal Islam, dan apakah benar Islam tidak seperti yang kita bayangkan.

Nah, dalam ajaran Islam bagi yang bukan pemeluk Islam atau non-muslim disebut dengan Kafir. Oke, saya tidak heran jika ada temen-temen Kristen yang tersinggu apabila disebut sebagai Kafir. Itu karena dalam Alkitab versi bahasa Indonesia dan buku-buku keagamaan mereka juga menggunakan kata Kafir dan itu berkonotasi buruk. Padalah kata Kafir sendiri berasal dari khazanah dunia Islam. Dalam Al-Quran sendiri kata kafir didebutkan sebanyak 525 kali.

Kafir sendiri berasal dari kata kafara yang berarti menyembunyikan atau menutup diri. Sehingga kata ini diadopsi kedalam bahasa Inggris menjadi cover yang artinya menutup. Sama juga, kafir artinya orang yang menutup diri, menyembunyikan, ingkar, tidak beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sehingga non-muslim menurut ajaran Islam disebut Kafir.

Itu sama seperti penyebutan Goyim ataupun Gentile dalam Alkitab atau domba tersesat dalam keyakinan kristen. Faktanya kalau kita merujuk kepada teks asli Alkitab, maka kita tidak menjumpai kata Kafir disana. Dalam ajaran Hindu, bagi selain pemeluk hindu disebut Maitrah dan dalam agama Budha disebut Abrahmacariyavasa. Jadi agak aneh jika temen-temen non-muslim tersinggung apabila disebut kafir. Saya harap kalian bisa memahami.

Nah, Kafir dalam Islam dibagi kepada empat. Ada yang boleh dibunuh ada pula yang haram.

1. Kafir Dzimmi, yaitu kafir yang hidup damai dengan mayoritas umat Muslim seperti di Indonesia. Ancaman Nabi Muhammad SAW bagi yang melanggarnya. “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i)

2. Kafir Mua’ahad, yaitu ketika terjadi perang antara umat Islam dan non-muslim dan mereka sepakat untuk gencatan senjata, sepakat untuk damai dalam jangka waktu yang sudah disepakati. Nah, dalam kondisi begini umat Muslim dilarang melakukan pembunuhan kepada non-muslim dan haram hukumnya. Ancaman Nabi Muhammad bagi yang melanggarnya. “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

3. Kafir Musta’man, yaitu kafir yang diberi jaminan keselamatan dari umat Muslim atau sebagian kelompok saat terjadinya perang. Contohnya, saat perang dengan Belanda, ada prajurit belanda masuk kerumah kita meminta perlindungan dan kita memberikan perlindungan kepada dia. Nah, selama dia dibawah jaminan kita maka umat Muslim lain dilarang untuk membunuhnya. Allah berfirman dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 6; “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)

4. Dan yang terakhir Kafir Harbi, yaitu kafir yang diperangi. Nah ini contohnya seperti peperangan bangsa Indonesia dengan Belanda. Jadi mereka ini kafir yang diperangi karena mereka memerangi umat Islam. Bahkan di Aceh disebut perang sabi atau perang di jalan Allah alias jihad. Semangat umat Muslim disana melawan belanda karena mereka kafir atau orang aceh sebut kaphe-kaphe belanda yang halal untuk dibunuh karena merebut tanah air Indonesia. Dan inilah juga pengobar semangat juang rakyat Indonesia di belahan Indonesia lainnya untuk melawan Kafir Belanda. Bahkan jenderal sudirman membakar semangat juang dengan teriakan Takbir!. Dan disaat ulama mengeluarkan resolusi Jihadnya, maka semakin semangatlah kita bangsa Indonesia untuk mengusir Belanda sehingga sekarang kita bisa menikmati kedamaian atas perjuangan mujahidin-mujahidin dan pejuang-pejuang non-muslim lainnya.

Maka dalam kondisi inilah teror-meneror itu diperlukan. Karena tujuannya untuk mengusir kafir-kafir belanda. Inilah yang disebut Jihad dan pada kondisi beginilah amalan isytiyhadiyah dilaksanakan.

Nah, sebagian temen-temen non-muslim mengatakan. Lalu bagaimana dengan surat At-Taubah ayat 5 yang bunyinya, maka bunuhlah orang musyrikin dimana saja kamu jumpai mereka. Apa maksud ayat ini?

Konteks ayat ini menceritakan tentang kondisi medan pertempuran, ya jelas saja ketika perang diharuskan untuk membasmi. Dan yang dibasmi adalah kafir harbi, bukan kafir dzimmi, mustaman dan muahad, yang ketiga terakhir mereka harus dilindungi. Namun walaupun begitu Islam juga mengajarkan etika dalam peperangan, bahwa:
  1. Dilarang melakukan pengkhianatan jika sudah terjadi kesepakatan damai,
  2. Dilarang membunuh wanita dan anak-anak
  3. Dilarang membunuh orang tua dan orang sakit,
  4. Dilarang membunuh pekerja (orang upahan),
  5. Dilarang mengganggu para biarawan dan tidak membunuh umat Yahudi dan Kristen serta penganum agama lain yang tengah beribadah.
  6. Dilarang memutilasi atau mencingcang mayat musuh,
  7. Dilarang membakar pepohonan, merusak ladang atau kebun,
  8. Dilarang membunuh ternak kecuali untuk dimakan,
  9. Dilarang menghancurkan desa atau kota
Inilah etika dalam kancah peperangan yang harus dipatuhi oleh Umat Islam apabila jika terjadi peperangan dengan kafir harbi. Selebih itu, dalam ajaran Islam tidak membenarkan untuk membunuh non-muslim baik kafir dzimmi, kafir muahad dan kafir musta’man bahkan Rasul mengancam pelaku tidak akan mencium bau surga.

Sejak awal munculnya Islam, Nabi Muhammad sudah mengajari prinsip kebebasan beragama. Itu terbukti dengan janji beliau melindungi umat Kristiani bersama gerejanya di daerah Najran. Bunyi janji beliau diriwayatkan oleh Ath-thabrani;

Najran dan sekitarnya mendapatkan perlindungan Allah serta jaminan Muhammad Rasulullah atas harta, agama dan biara-biara mereka, serta seluruh yang ada di tangan mereka (HR. Ath-Thabrani)

Hal ini juga diikuti oleh sahabat-sahabat beliau. Khalifah Umar bin Khattab contohnya, ketika menaklukkan Yerusalem membuat sebuah perjanjian yang isinya adalah jaminan perlindungan pada umat Kristen dan tempat ibadah mereka. Jaminan ini dikenal dengan nama deklarasi al-'Uhda al-'Umariyyah atau Jaminan Keamanan Khalifah atas Warga Aelia.

Setelah penaklukan Yerusalem Patriark Sophronious kelahiran Damaskus, memberikan kunci-kunci Gereja Makam Kudus untuk disimpan oleh umat Islam. Sang Patriark sempat menawarkan supaya Khalifah Umar salat di dalam gereja tersebut disaat Umar hendak melaksanakan shalat berjamaah. Namun, sang khalifah menolak. Ia menjawab, “Jika saya salat di gereja ini, kelak orang-orang sesudah saya bisa jadi menghancurkan gereja ini dan membangun masjid di atasnya. Mereka beralasan ini karena Umar pernah salat di ini.” Sang Khalifah lalu salat di lapangan di selatan gereja. Dan, 400 tahun kemudian di tempat salat ini, dibangun Masjid Umar yang berdampingan dengan Gereja Makam Kudus. Umar menganjurkan agar azan tidak dikumandangkan di dalam masjid kecil tersebut. Sebab, dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas umat Kristen Ortodoks di Gereja Makam Kudus, yang tak jauh darinya.

Bahkan hingga sekarang, juru kunci Gereja makan Kudus yang dikenal sebagai makamnya Yesus dipegang oleh seorang Muslim yang secara turun temurun diangkat sejak masa Umar yang diperintahkan untuk menjaga Makam tersebut.

Hal ini juga diikuti oleh cucunya Umar, yakni Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat untuk para pegawainya untuk tidak merusak sinagog, gereja, juga rumah api. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, VII, 129)

Hal yang sama juga dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi saat kembali berhasil merebut Yerusalem dari pasukan Salib. Umat Kristen dibiarkan hidup damai dan melakukan ziarah disana. Padahal 88 tahun sebelumnya pasukan Salib merebut Yerussalem dan membantai puluhan ribu umat Islam, Yahudi dan kristen lokal. Salahuddin juga melarang umat Muslim yang ingin menghacurkan Gereja Makam Kudus.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih ketika menaklukkan Konstantinopel. Ada satu hal yang perlu menjadi perhatian masyarakat dunia dalam peristiwa ini. Di saat Sultan Muhammad Al-Fatih turun dari kudanya dan memasuki Hagia Sophia, ia menemui umat Kristen yang tidak ikut berperang dan sedang bersembunyi di dalam gereja. Kala itu, ia mendekati wanita dan anak-anak yang sedang ketakutan.

“Jangan takut, kita adalah satu bangsa, satu tanah dan satu nasib.Kalian bebas menjaga agama kalian,” ujarnya dengan ramah dan disambut gembira umat Kristiani.

Hal ini juga terjadi di Andalusia Spayol, saat kawasan ini berada dibawah kekuasaan Islam. Andalus menjadi kota metropolitan. Banyak ilmuan Islam maupun Yahudi lahir dikota ini. Dan Andalus menjadi contoh kota dengan keharmonisan dalam keberagaman beragama.

MarĂ­a Rosa Menocal, spesialis sastra Iberia di Universitas Yale, Dalam bukunya The Ornament of the World (2003), Menocal berpendapat bahwa sebagai dzimmi, agama minoritas di Al-Andalus diberikan hak yang lebih terbatas daripada umat Muslim, namun masih lebih baik daripada di daerah Eropa yang dikuasai Kristen. Orang-orang Yahudi dan sekte-sekte Kristen yang dianggap terlarang datang dari seluruh Eropa ke Al-Andalus, tempat mereka menerima toleransi. Para ahli berpendapat bahwa agama minoritas (termasuk Yahudi) di Al-Andalus yang dikuasai umat Islam diperlakukan jauh lebih baik daripada di daerah Eropa Barat yang dikuasai Kristen, dan mereka hidup dalam "masa keemasan" toleransi, saling menghormati dan keharmonisan antarumat beragama.

Dalam sejarah, Umat Muslim tidak pernah membantai kaum Yahudi seperti perlakuan Nazi, pasukan salib terhadap Mereka. Dan disaat Andalusia direbut raja Ferdinan, umat Muslim dan Yahudi dipaksa masuk kristen atau disiksa dan diusir. Yang dikenal dengan nama Inkuisisi Spanyol. Padahal sebelumnya ketiga agama ini hidup rukun dan damai.

Bahkan jauh sebelum itu, ketika penaklukan kota Mekkah yang dikenal dengan Fathul Mekkah. Saat pasukan Rasulullah sampai di kota, diumumkanlah, siapa yang masuk ke rumahnya dan mengunci pintu, maka dia aman. Siapa yang masuk masjid (Ka’bah), maka dia aman. Dan siapa saja yang masuk rumah Abu Sofyan, maka dia aman.

Akhirnya, pasukan Islam di bawah pimpinan Rasulullah Muhammad memasuki kota Makkah tanpa mendapat perlawanan yang berarti dari para penduduknya. Tanpa beradu pedang dan tanpa meneteskan darah, Rasulullah membebaskan keyakinan yang dianut masyarakat Makkah yang telah mengusir, menyakiti dan menyiksa Beliau serta para sahabatnya.

Tidak perlu mengajarkan toleransi kepada Umat Islam, karena jauh sebelum itu Islam sudah mengajarkan arti sebuah toleransi antar umat beragama. Dan jika ada umat Muslim yang tidak bisa bertoleransi, salahkan orangnya bukan ajarannya. Karena sudah kita lihat sendiri bagaimana ajaran toleransi dalam agama Islam. Kalau ada umat Muslim yang melanggar ajaran-ajaran ini, maka salahkan orangnya.

Kita menyakini semua agama tidak membenarkan kejahatan dalam bentuk apapun. Begitu pula agama Islam. Dan bagi anda para teroris yang menganggap dirinya pejuang. Belajarlah dari keteladanan Rasulullah, dari kebijaksanaan Umar, kesahajaan Salahuddin Al-Ayyubi dan kehebatan Muhammad Al-Fatih. Jauh sebelum kamu mengaap diri kamu sebagai pejuang, mekrea sudah menjadi pejuang dengan kehebatan melebihimu.


Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/